MAKALAH
KONSTITUSI
dan UUD 1945
DI
SUSUN OLEH
SRI
NANDA DEWI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur kita panjatkan kepada Tuhan YME sebagai pencipta dan pengatur
kehidupan di dunia, karena
hanya dengan berkat, rahmat, dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami berterima kasih pada Bapak
Drs.H.Akhiruddin Tanjung,M.Pd. selaku Dosen mata kuliah PPKN yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Terima kasih
pula kepada teman-teman di fakultas ekonomi
Universitas Prima
Indonesia yang telah memberikan sumbangsih sehingga makalah ini
dapat selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini
merupakan sebuah tugas dalam mata kuliah Ekonomi.
Konstitusi yang dibuat oleh penulis guna menunjang proses belajar di perguruan
tinggi yang kini tengah dijalani oleh penulis. Adapun judul makalah ini adalah
“Konstitusi dan UUD
1945”. Di dalam makalah ini dijelaskan tentang konstitusi yang berlaku di
Indonesia serta perubahan konstitusi yang telah berlangsung beberapa kali serta
kelemahan-kelemahan yang timbul pasca amandemen tersebut. Selain itu solusi
tentang pembentukan Komisi Konstitusi juga akan dibahas secara lebih jelas
lagi. Sebagai mahasiswa ekonomi
sudah menjadi kewajiban bagi penulis untuk lebih memahami tentang konstitusi
yang menjadi dasar hukum di negeri ini. Pemahaman tentang konstitusi akan
berdampak pula pada pemahaman filosofi hukum yang berlaku di Indonesia. Oleh
karena itu dengan pembuatan makalah ini, penulis berharap pemahaman penulis
serta pembaca tentang konstitusi di Indonesia akan lebih baik.
Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Konstitusi
dan UUD 1945. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Terbukti
dengan adanya konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu Undang – Undang Dasar
1945, seperti yang kita kenal saat ini. Tapi seolah-olah warga negara
Indonesia, tidak menganggap adanya UUD 1945 tersebut. Terbukti bahwa mereka
sangat tidak menghiraukan hukum, dengan melakukan berbagai macam penyimpangan-penyimpangan
hukum, baik hukum sosial, maupun Hak Asasi Manusia (HAM).
Pengetahun ataupun materi tentang
Undang-undang Dasar 1945 harus kita pelajari sejak dini. Yang tentunya akan
sangat bermanfaat bagi kita. Apalagi selaku tunas bangsa yang nantinya akan
ikut memimpin negeri ini harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan
kenegaraan termasuk Undang-undang Dasar 1945.
Sejak 17 Agustus 1945,
bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah bangsa yang masih muda dalam
menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi negaranya. Landasan
berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang diciptakan oleh bangsa
Indonesia sendiri beberapa minggu sebelumnya dari penggalian serta perkembangan
budaya masyarakat Indonesia dan sebuah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pra Amandemen yang baru ditetapkan keesokan harinya pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) tersebut mengatur berbagai macam
lembaga negara dari Lembaga Tertinggi Negara hingga Lembaga Tinggi Negara.
Konsepsi penyelenggaraan negara yang demokratis oleh lembaga-lembaga negara
tersebut sebagai perwujudan dari sila keempat yang mengedepankan prinsip
demokrasi perwakilan dituangkan secara utuh didalamnya. Kehendak untuk mengejawantahkan
aspirasi rakyat dalam sistem perwakilan, untuk pertama kalinya dilontarkan oleh
Bung Karno, pada pidatonya tanggal 01 Juni 1945. Muhammad Yamin juga
mengemukakan perlunya prinsip kerakyatan dalam konsepsi penyelenggaraan negara.
Begitu pula dengan Soepomo yang mengutarakan idenya akan Indonesia merdeka
dengan prinsip musyawarah dengan istilah Badan Permusyawaratan. Ide ini
didasari oleh prinsip kekeluargaan, dimana setiap anggota keluarga dapat
memberikan pendapatnya.
Dalam rapat Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa ‘’Badan Permusyawaratan’’
berubah menjadi ‘’Majelis Permusyawaratan Rakyat’’ dengan anggapan bahwa
majelis ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya
terdiri atas seluruh wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil
golongan. Konsepsi Majelis Permusyawaratan Rakyat inilahang akhirnya ditetapkan
dalam Sidang PPKI pada acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen).
Salah
satu wewenang MPR hingga
saat ini yaitu
mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Usul pengubahan pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 (satu pertiga) dari
jumlah anggota MPR. Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan
menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah beserta alasannya.
Usul pengubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR.
Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan MPR memeriksa kelengkapan
persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang diusulkan diubah yang
disertai alasan pengubahan yang paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh)
hari sejak usul diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR
mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk
membahas kelengkapan persyaratan.
Jika usul pengubahan tidak
memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul
pengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya. Namun, jika
pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan,
pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam
puluh) hari. Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi
kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
dilaksanakan sidang paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat
memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah
anggota ditambah 1 (satu) anggota.
Selama
kurun waktu sejak negara ini berdiri, UUD
1945 telah mengalami empat kali perubahan (amandemen). Amandemen jelas
bisa saja terjadi, dikarenakan peradaban manusia yang bisa saja berubah. Maka
dari itu amandemen dilakukan demi menyesuaikan kebutuhan manusia berdasarkan
zamannya.
Tujuan
dan Manfaat
Adapun
tujuan penulisan makalah
Konstitusi dan Dasar Negara ini adalah:
☻
Lebih meningkatkan pengetahuan tentang Konstitusi.
☻ Lebih mengetahui tentang UUD 1945
☻ Mengerti dan
menghayati setiap butir-butir pasal yang terdapat pada Undang-Undang Dasar
1945.
☻ Meningkatkan
rasa nasionalisme dan patriotisme terhadap NKRI.
☻ Menjadikan
konstitusi NKRI ( UUD 1945 ) menjadi konstitusi yang kuat, kokoh, dan dapat
diterapkan oleh warga negara Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
☻ Menyadarkan
setiap warga negara agar hukum yang berlaku.
☻ Menjelaskan
tentang kelemahan UUD 1945 Pasca-empat kali amandemen.
☻ Menjelaskan
urgensi pembentukan Komisi Konstitusi sebagai upaya penguatan UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Konstitusi
Kontitusi itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang
berarti membentuk.. Dalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua
kata yaitu “Cume” berarti bersama dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu
agar berdiri atau mendirikan, menetapkan sesuatu, sehingga menjadi
“constitution”. Dalam istilah bahasa inggris
(constution) konstitusi memiliki makna yang lebih luas dan undang-undang dasar.
Yakni konstitusi adalah keseluruhan dari peraturn-peraturan baik yang tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu
pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Dalam terminilogi hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi
dikenal dengan sebutan DUSTUS yang berati kumpulan faedah yang mengatur dasar
dan kerja sama antar sesame anggota masyarakat dalam sebuah Negara.
Definisi
Konstitusi menurut para ahli
- Herman Heller. Konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada undang-undang Dasar. Konstitusi tidah hanya bersifat yuridis, tetapi mengandung pengertian sosiologisdan politis.
- Oliver Cromwell. Undang-undang Dasar itu merupakan “instrumen of govermen”, yaitu bahwa Undang-undang dibuat sebagai pegangan untuk memerintah. Dalam arti ini, Konstitusi identik dengan Undang-undang dasar.
- F. Lassalle. Konstitusi sesungguhnya menggambarkan hubungan antara kaekuasaan yang terdapat didalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata didalam masyarakat, misalnya kepala negara, angkatan perang, partai politik, buruh tani, pegawai, dan sebagainya.
- Prayudi Atmosudirdjo. Konstitusi adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa yang bersangkutan, Konstitusi merupakan rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak dan perjuangan suatu bangsa. Konstitusi adalah cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa.
- K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur /memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
- L.J Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak tertulis.
- Koernimanto Soetopawiro, istilah konstitusi berasal dari bahasa latin cisme yang berarti bersama dengan dan statute yang berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.
2.2 Tujuan Konstitusi
Tujuan konstitusi yaitu:
- Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang – wenang maksudnya tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.
- Melindungi HAM maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.
- Pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.
Fungsi Dan Ruang Lingkup Konstitusi
.
Fungsi
UUD 1945
Sebagi Konstitusi tentulah UUD 1945 memiliki fungsi,
bila dijabarkan fungsi UUD 1945 adalah sebagai berikut:
-
Sebagai sumber hukum dalam tertib hukum,
merupakan perundang-undangan yang tertinggi.
- Sebagai
alat kontrol bagi hukum yang berada di bawahnya.
- Sebagai
pedoman yang memberi arah bangsa.
- Sebagai
kerangka dasar dalam pembagian dan penyelenggaraan pemerintah negara.
Fungsi tersebut adalah suatu acuan dalam melakukan
segala kehidupan berbangsa dan keseimbangan dalam berprilaku bila diterapkan
dengan baik.
Dalam berbagai literature hokum tata Negara maupun ilmu politik ditegaskan bahwa fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk system politik dan hokum Negara. Oleh karena itu ruang lingkup undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis sebagaimana dikemukakan oleh A.A.HY Struycken memuat tentang :
Dalam berbagai literature hokum tata Negara maupun ilmu politik ditegaskan bahwa fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk system politik dan hokum Negara. Oleh karena itu ruang lingkup undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis sebagaimana dikemukakan oleh A.A.HY Struycken memuat tentang :
1) Hasil
perjuangan politik bangsa diwaktu lampau.
2) Tingkat-tingkat tinggi pembangunan ketatanegaraan bangsa.
3) Pandangan tokoh bangsa yang hendak di wujudkan, baik sekarang maupun masa yang akan dating.
2) Tingkat-tingkat tinggi pembangunan ketatanegaraan bangsa.
3) Pandangan tokoh bangsa yang hendak di wujudkan, baik sekarang maupun masa yang akan dating.
4) Suatu
keinginan yang mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak
dipimpin.
Nilai konstitusi yaitu:
- Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga nyata berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
- Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetapi tidak sempurna. Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu tidak berlaku / tidsak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh wilayah negara.
- Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan penguasa saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik.
- Macam – macam konstitusi
- Menurut CF. Strong konstitusi terdiri dari:
·
Konstitusi
tertulis (dokumentary constiutution / writen constitution) adalah aturan –
aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan tata negara, demikian juga
aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam persekutuan
hukum negara.
·
Konstitusi
tidak tertulis / konvensi (nondokumentary constitution) adalah berupa kebiasaan
ketatanegaraan yang sering timbul.
- Adapun syarat – syarat konvensi adalah:
1. Diakui dan dipergunakan berulang –
ulang dalam praktik penyelenggaraan negara.
2. Tidak bertentangan dengan UUD 1945.
3. Memperhatikan pelaksanaan UUD 1945.
4. Secara teoritis konstitusi dibedakan
menjadi:
·
Konstitusi
politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara,
hubungan rakyat dengan pemerintah, hubuyngan antar lembaga negara.
·
Konstitusi
sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial bangsa, rumusan
filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang ingin
dikembangkan bangsa itu.
Berdasarkan
sifat dari konstitusi yaitu:
Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku
1) Ciri-ciri
konstitusi fleksibel yaitu
a. Elastic
b. Diumumkan
dan diubah dengan cara yang sama.
2) Cirri-ciri
konstitusi yang kaku
a. Mempunyai
kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan peraturan undang-undang yang lain.
b. Hanya
dapat diubah dengan cara yang khusus, istimewa dan persyaratan yang berat.
Menurut Sri
Sumantri konstitusi berisi 3 hal pokok yaitu
·
Jaminan
terhadap Ham dan warga negara.
·
Susunan
ketatanegaraan yang bersifat fundamental.
·
Pembagian
dan pembatasan tugas ketatanegaraan.
Menurut
Miriam Budiarjo, konstitusi memuat tentang
·
Organisasi
negara.
·
HAM.
·
Prosedur
penyelesaian masalah pelanggaran hukum.
·
Cara
perubahan konstitusi.
Menurut
Koerniatmanto Soetopawiro, konstitusi berisi tentang
·
Pernyataan
ideologis.
·
Pembagian
kekuasaan negara.
·
Jaminan HAM
(Hak Asasi Manusia).
·
Perubahan
konstitusi.
·
Larangan
perubahan konstitusi.
- Syarat terjadinya konstitusi yaitu:
- Agar suatu bentuk pemerintahan dapat dijalankan secara demokrasi dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
- Melindungi asas demokrasi.
- Menciptakan kedaulatan tertinggi yang berada ditangan rakyat.
- Untuk melaksanakan dasar negara.
- Menentukan suatu hukum yang bersifat adil.
- Kedudukan konstitusi/UUD yaitu:
- Dengan adanya UUD baik penguasa dapat mengetahui aturan / ketentuan pokok mendasar mengenai ketatanegaraan.
- Sebagai hukum dasar.
- Sebagai hukum yang tertinggi.
- Perubahan konstitusi/UUD yaitu:
Secara
revolusi, pemerintahan baru terbentuk sebagai hasil revolusi ini yang kadang –
kadang membuat sesuatu UUD yang kemudian mendapat persetujuan rakyat. Secara
evolusi, UUD/konstitusi berubah secara berangsur – angsur yang dapat
menimbulkan suatu UUD, secara otomatis UUD yang sama tidak berlaku lagi.
- Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi yaitu:
Keterkaitan
antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita – cita
dan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD suatu negara. Dasar negara
sebagai pedoaman penyelenggaraan negara secara tertulis termuat dalam
konstitusi suatu negara.
- Keterkaitan konstitusi dengan UUD yaitu:
Konstitusi
adalah hukum dasar tertulis dan tidak ter tulis sedangkan UUD adalah hukum
dasar tertulis. UUD memiliki sifat mengikat oleh karenanya makin elastik
sifatnya aturan itui makin baik, konstitusi menyangkut cara suatu pemerintahan
diselenggarakan.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa konstitusi memiliki dua pengertian yaitu :
- Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar.
- Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi.
Konvensi sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan bearnegara mempunyai sifat :
- Merupakan kebiasaan yang berulangkali dalam prektek penyelenggaaraan Negara.
- Tidak beartentangan dengan hukum dasar tertulis/Undang-Undang Dasar dan bearjalan sejajar.
- Diterima oleh rakyat negara.
- Bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar.
Konstitusi sebagai hukum dasar
memuat aturan-aturan dasar atau pokok-pokok penyelenggaraan bernegara, yang
masih bersifat umum atau bersifat garis besar dan perlu dijabarkan lebih lanjut
kedalam norma hukum dibawahnya.
Apabila dikaitkan dengan teori
jenjang norma hukum dari Hans Nawiaski, maka dasar negara pancasila sebagai
Staatfundamentalnorm/norma fundamental negara, dan undang-undang dasar negara
1945 sebagai staatgrundgesetz atau aturan dasar atau pokok negara.
Dahulu konstitusi digunakan sebagai
penunjuk hukum penting biasanya dikeluarkan oleh kaisar atau raja dan digunakan
secara luas dalam hukum konon untuk menandakan keputusan subsitusi tertentu
terutama dari Paus.Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah
dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi
pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan
dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). Namun menurut
para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan
termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan dan distibusi maupun alokasi Konstitusi bagi organisasi pemerintahan
negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya,
terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti
konstitusi ekonomi.
Konstitusi memuat aturan-aturan
pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara. Terdapat dua jenis
kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution) dan konstitusi
tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti halnya “Hukum
Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan “Hukum Tidak
Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam karangan
“Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara di
dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
2.3 Sejarah Perkembangan
Konstitusi Dinegara Indonesia
Konstitusi sebagai satu kerangka kehidupan politik telah
lama dikenal yaitu sejak zaman yunani yang memiliki beberapa kumpulan hokum
(semacam kitab hokum pada 624 – 404 SM) sehingga, sebagai Negara hokum
Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal sebagai UUD 1945 yang telah
dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juli 1945 oleh badan penyelidik
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKU) yang mana tugas pokok
badan ini sebenarnya menyusun rancangan UUD. Namun dalam praktik persidangannya
berjalan berkepanjangan khususnya pada saat membahas masalah dasar
Negara.diakhir siding I BPUPKIberhasil membentuk panitia kecil yang disebut
panitia sembilang, panitia ini pada tanggal 22 juni 1945 berhasil mencapai
kompromi untuk menyetujui sebuah naskah mukhodimah UUD yang kemudian diterima
dalam siding II BPUPKI tanggal 11 Julu 1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk
panitia kecil pada tanggal 16 juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas
menyusun rancangan UUD dan membentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI)
yang beranggotakan 21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara republic
Indonesia diatukan ditetapkan oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus
1945. Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi suatu Negara modern
karena telah memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu dalam UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah
mengalami beberapa kali pergantian baik nama maupun subtansi materi yang
dikandungnya, yaitu :
1) UUD 1945 yang masa berlakunya
sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949.
2) Konstitusi republic Indonesia
serikat yang lazim dikenal dengan sebutan konstitusi RIS (17 Desember 1949 – 17
Agustus 1950).
3) UUD 1950 (17 Agustus 1950 – 05
Juli 1959).
4) UUD 1945 yang merupakan
pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan masa berlakunya sejak
dekrit presiden 05 Juli 1959 – Sekarang.
2.4 Konstitusi Sebagai Piranti Kehidupan Negara
Yang Demokrasi
Sebagaimana dijelaskan diawal, bahwa konstitusi berpesan
sebagai sebuah aturan dasar yang mengatur kehidupan dalam bernegara dan
berbangsa maka aepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama
antara negra dan warga Negara .
Kontitusi merupakan bagian dan terciptanya kehidupan yang
demokratis bagi seluruh warga Negara. Jika Negara yang memilih demokrasi, maka
konstitusi demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya
demokrasi dinegara tersebut. Setiap konstitusi yang digolongkan sebagai
konstitusi demokratis haruslah memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu
sendiri.
Amandemen UUD 1945
Konstitusi
suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus
memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi
jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam
konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang
besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang
demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam
konstitusinya.
Adakalanya
keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang
tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara
yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi
dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung
ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya
dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar
aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat
sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Sejak
Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam
delapan periode yaitu :
- Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
- Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
- Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
- Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
- Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
- Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
- Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
- Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang
Undang-undang
Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
- Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
- Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
1.
16 Bab;
2.
37 Pasal
3.
4 aturan peralihan;
4.
2 Aturan Tambahan.
UUD
1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS)
pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh
Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga saat ini. Hingga
tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
1. Perubahan I diadakan
pada tanggal 19 Oktober 1999; Pada amandemen ini,
pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7, 9
ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan
(3), 20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1). Beberapa perubahan yang
penting adalah :
a.
Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Presiden berhak
mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
b.
Pasal 7 berbunyi : Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa
lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali;
Diubah menjadi : Preseiden dan
wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa
jabatan.
c.
Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi
Diubah menjadi :
(1) Presiden memberi grasi dan
rehabili dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung;
(2) Presiden memberi Amnesti dan
Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
d.
Pasal 20 ayat 1 : Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : DPR memegang
kekuasaan membentuk Undang-undang.
2. Perubahan II
diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada
amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal
18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1)
s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3),
27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d
(3), 28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J
ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a.
Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah
menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
b.
Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara
ditetapkan dengan Undang-undang Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
c.
Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3. Perubahan III
diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada
amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal
1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2),
(3) dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan
(3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d
(3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat
(1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6). Beberapa perubahan
yang penting adalah :
a.
Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR
Diubah
menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
b.
Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat
c.
Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli;
Diubah
menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga negara Indonesia
sejak kelahirannya
d.
Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
1.
Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung
3. Pasal
24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD (dan
menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan dengan
ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003
4.
Perubahan IV diadakan pada tanggal 10
Agustus 2002 Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah
17 pasal yaitu: pasal-pasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1),
16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4)
dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5), Aturan Peralihan Pasal I s/d
III, aturan Tambahan pasal I dan II. Beberapa perubahan yang penting adalah :
a.
Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongan-golongan
menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah
menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui
Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
b.
Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus. Diubah menjadi :
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat
dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-undang
c.
Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata :
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
d.
Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya
pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh
Mahkamah.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV terhadap UUD 1945, maka sejak 10
Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami perubahan
sebagai berikut :
a.
Pasal 1 ayat (2): MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di
Indonesia, melainkan rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan
Lembaga tertinggi Negara lagi. MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab
kepada rakyat melalui Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden yang melangar
hukum tidak akan terpilih dalam pemilihan umum yang akan datang.
b.
Pasal 2 ayat (1): MPR terdiri dari :
1.
Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
2.
Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR
merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di Amerika
Serikat; Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat,
sedangkan DPD dipilih oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan
ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota MPR, maka utusan golongan termasuk
TNI/POLRI dihapuskan dari MPR. Selain itu, MPR bukan lagi pemegang kedaulatan
(kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakat Indonesia yang memegang
kedaulatan.
c.
Pasal 5 ayat (1): Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi
berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif,
Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang)
d.
Pasal 6 ayat (1) dan 6A: Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli,
tetapi calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga Negara Indonesia sejak
kelahirannya. Presdien dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
(bukan secara tidak langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
e.
Pasal 7: Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling
lama 2 x 5 tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih dari
30 tahun, bahkan seumur hidup).
f.
Pasal 14: Presiden memberi :
Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
Kelemahan
Hasil Amandemen UUD 1945
Setelah empat kali melakukan amandemen UUD 1945, yang
sejatinya dilakukan untuk menutupi kelemahan sebelumnya namun ternyata hasil
dari amandemen tersebut menimbulkan beberapa kelemahan lagi. Hal ini
menyebabkan terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satu
kelompok menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnya
menginginkan diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan
kelompok terakhir tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen.
Ada beberapa faktor menyangkut
kelemahan UUD 1945 pasca-amendemen. Pertama, adanya kekaburan dan inkonsistensi
teori dan materi muatan UUD 1945. Kedua, kekacauan struktur dan sistematisasi
pasal-pasal UUD 1945. Ketiga, ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang
multi-interpretatif, yang menimbulkan instabilitas hukum dan politik.
Dalam
hal ini, Komisi Konstitusi yang dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR No 1/2002
dan Keputusan MPR No 4/2003 dengan tugas melakukan pengkajian secara
komprehensif tentang perubahan UUD NKRI Tahun 1945 oleh MPR, juga menyebutkan
hal sama. Setelah bertugas selama tujuh bulan dan menyerahkan hasil kerjanya,
berupa Naskah Kajian Akademis Perubahan UUD NKRI Tahun 1945 dan Naskah
Perubahan UUD NKRI Tahun 1945 kepada Ketua MPR Amien Rais pada 24 April 2003,
Komisi Konstitusi menyatakan terdapat 31 butir kekurangan, kelemahan, dan
ketidaksempurnaan UUD 1945 pasca-amendemen.
Dimulai dengan tawar-menawar atau
bargaining, kompetisi, dan kompromi politik berdasarkan kepentingan politik
fraksi-fraksi di MPR dalam empat kali amandemen UUD 1945. Contohnya ketika MPR
mulai membicarakan lembaga DPD, tanggal 7 November 2001, sebanyak 190 anggota
MPR menyatakan tidak setuju terhadap lembaga DPD. Mereka lebih memilih untuk
tetap pada struktur ketatanegaraan UUD 1945 yang berdasarkan negara kesatuan
dengan sistem satu kamar atau uni-cameral.
Ketidaksetujuan
itu disebabkan adanya kekhawatiran bahwa lembaga DPD akan merubah struktur
negara kesatuan menjadi negara federal dengan sistem dua kamar atau bi-cameral.
Padahal, banyak negara kesatuan atau unitary state di dunia mempunyai sistem
perwakilan dua kamar. Lalu, kompromi politik menghasilkan rumusan Pasal 22D UUD
1945 di mana kewenangan dan kekuasaan DPD, sebagai spatial representation,
tidak seimbang dan bersifat asimetrik dengan kewenangan DPR. Hal ini disebut
sistem dua kamar yang lunak atau soft bi-cameral.z
Kewenangan
dan kekuasaan DPD, sesuai dengan sistem checks and balances seharusnya bersifat
seimbang dan simetrik dengan DPR dalam sistem perwakilan dua kamar yang
seimbang atau balanced bi-cameral. Dengan pertimbangan bahwa DPD, yang
anggotanya dipilih melalui sistem distrik dengan keanggotaan majemuk atau
multi-member district, dapat menjalankan fungsi integrasi sesuai Sila Ketiga
Pancasila, yakni Persatuan Indonesia, dengan memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan daerah dalam koridor NKRI.
Selanjutnya,
ketidaksempurnaan UUD 1945 pascaperubahan, berdasarkan fenomena dominasi
kekuasaan DPR atau legislative heavy. Salah satu bukti adalah Pasal 13 ayat (3)
UUD 1945, yakni Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan DPR. Biasanya kewenangan menerima duta negara lain
adalah domain eksekutif atau Presiden, maka ketentuan adanya pertimbangan DPR
menunjukkan dominasi kekuasaan DPR yang telah memasuki domain Presiden.
Kemudian
inkonsistensi dan kekaburan teori UUD 1945 yang berhubungan dengan sistem
pemerintahan presidensial. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 20 ayat (5) UUD
1945 yang berisikan, “Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang
tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan”.
Pasal
ini, bersifat inkonsisten dan kabur, sebab dalam sistem pemerintahan
presidensial segenap legislasi (pembuatan UU) merupakan wewenang badan
legislatif. Sehingga Presiden tidak mengambil keputusan terhadap hasil akhir
legislasi walaupun Presiden berhak mengajukan suatu RUU kepada DPR dan DPD
untuk sektor hubungan pusat dan daerah.
Oleh
karena itu, Presiden berhak menolak RUU atau hak veto, dengan ketentuan bahwa
bobot keputusan parlemen yang menentukan validitas dari RUU tersebut. Misalnya,
dengan 2/3 dukungan suara di DPR atau 2/3 suara pada masing-masing kamar untuk
menghasilkan rancangan undang-undang yang tidak boleh ditolak oleh Presiden.
Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 adalah
legislative heavy.
Selanjutnya,
masalah penyebutan dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 yang berarti
mengubah pasal-pasal tertentu tanpa mengubah teks asli, tetapi memberi tambahan
terhadap pasal-pasal yang sudah ada. Seperti diketahui, setelah dilakukan
perubahan oleh MPR, dari 37 Pasal UUD 1945, ditambah empat pasal Aturan
Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan serta Penjelasan Umum dan Penjelasan
Pasal demi Pasal UUD 1945 yang diputuskan oleh Sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, hanya 6 pasal (sekitar
16,21%) yang belum diubah.
Pasal-pasal
tersebut adalah, 1) Pasal 4 tentang Presiden memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang Undang Dasar; 2) Pasal 10 tentang Presiden memegang kekuasaan
yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara; 3) Pasal
12 tentang kewenangan Presiden menyatakan keadaan bahaya; 4) Pasal 22 tentang
kewenangan Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang;
5) Pasal 25 tentang syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai
hakim; dan 6) Pasal 29 tentang agama.
Sedangkan
pasal-pasal yang diubah berjumlah 31 Pasal (83,79%) ditambah dengan pasal-pasal
baru dengan sistem penomoran pasal lama ditambah huruf A, B, C, D, dan
seterusnya beserta ayat-ayat yang baru dalam pasal-pasal lama. Dengan pasal-pasal
baru yang berjumlah 36 pasal atau 97,30% dari UUD 1945 asli, patut dipersoalkan
bahwa MPR telah mengganti konstitusi lama dengan yang baru, dan bukan amandemen
UUD 1945.
Kemudian,
masalah inkonsistensi yang menyangkut bagian mana dari UUD 1945 pasca-amandemen
yang tidak dapat diubah atau dapat diubah dengan persyaratan tertentu. Dalam
UUD 1945 pasca-amandemen yang tidak dapat diubah adalah hanya bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berarti bahwa terhadap landasan dasar
filosofis kehidupan bangsa dan negara yakni Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila,
secara teoritis, terbuka penafsiran untuk dapat diubah sekalipun diperlukan
persyaratan sesuai Pasal 37 ayat (1) UUD 1945, karena Pasal 37 ayat (5) UUD
1945 tidak mencantumkannya. Sedangkan, Pembukaan UUD 1945 yang berisikan
Pancasila, adalah perjanjian luhur bangsa atau pacta sunt seranda.
Kelemahan,
kekurangan, dan ketidaksempurnaan yang bersifat mendasar dari UUD 1945
pasca-amandemen itulah yang menyebabkan UUD 1945 tidak bisa berlaku sebagai
konstitusi yang hidup, yang berlaku puluhan tahun ke depan. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah solusi untuk
mencegah kelemahan-kelemahan ini kembali bermunculan di masa yang akan datang,
karena tidak menutup kemungkinan amandemen UUD 1945 kembali akan dilakukan.
Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan membentuk Komisi Konstitusi
dalam membuat draft konstitusi sebelum dibahas dalam rapat paripurna MPR.
Pembentukan Komisi Konstitusi Sebagai Upaya Penguatan UUD
1945
Selama ini MPR dalam membahas dan
memutuskan perubahan UUD 1945
sebelumnya tidak membuat dan memiliki content draft konstitusi secara utuh sebagai langkah awal yang
menjadi dasar perubahan (preliminary)
yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan. Content draft yang didasari paradigma
yang jelas yang menjadi kerangka (overview)
tentang eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan
Negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan Negara hukum,
negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya. Juga eksposisi yang
mendalam tentang esensi demokrasi, apa syaratnya dan prinsip-prinsipnya serta check and balancesnya bagaimana
dilakukan secara mendalam.
MPR
lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan memakai
kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat perubahan itu
menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya. MPR
tidak berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang
relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses Amandemen secara
parsial seperti diatas tidak dapat memberikan kejelasan terhadap konstruksi
nilai dan bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya
paradoks dan inkonsistensi terhadap hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal
ini bisa dilihat dari pasal-pasal yang secara redaksional maupun sistematikanya
yang tidak konsisten satu sama lain. Seperti misalnya, penetapan prinsip sistem
Presidensial namun dalam elaborasi pasal-pasalnya menunjukkan sistem
Parlementer yang memperkuat posisi dan kewenangan MPR/DPR.
Selain itu MPR yang dikarenakan
keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi politik menyebabkan dalam setiap
pembahasan dan keputusanamat kental diwarnai oleh kepentingan politik
masing-masing.Fraksi-fraksi politik yang ada lebih mengedepankan kepentingandan
selera politiknya dibandingkan kepentingan bangsa yang lebihluas. Hal ini dapat
dilihat dari pengambilan keputusan finalmengenai Amandemen UUD 1945 dilakukan
oleh sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim Perumus
tanpaadanya risalah rapat.
Mengapa
hal itu terjadi? Penulis berpendapat,
di samping kepentingan politik fraksi-fraksi di MPR ditambah beberapa faktor
seperti minimnya pengalaman para anggota MPR, juga akibat tidak adanya kerangka
acuan dan/atau naskah akademik yang dipersiapkan dengan matang oleh suatu Tim Pembuat Draft Amandemen yang terdiri
dari para ahli konstitusi dan ahli-ahli lainnya serta wakil-wakil dari daerah.
K.C.
Wheare, seorang ahli hukum konstitusi Inggris, menjelaskan tentang arti penting
konstitusi berderajat tertinggi atau supreme constitution. Pada intinya,
kedudukan konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat tertinggi atau
supremasi. Dasar pertimbangan supremasi konstitusi terdapat beberapa hal,
yakni: 1) konstitusi dibuat oleh Badan Pembuat Undang-Undang Dasar; 2)
konstitusi dibentuk atas nama rakyat, berasal dari rakyat, kekuatan berlakunya
dijamin oleh rakyat, dan ia harus dilaksanakan langsung kepada masyarakat untuk
kepentingan mereka; dan 3) konstitusi ditetapkan oleh lembaga atau badan yang
diakui keabsahannya.
Mencermati
diktum pertama dasar pertimbangan supremasi konstitusi di atas, bahwa untuk
melakukan perubahan UUD 1945 merupakan sesuatu yang bersifat spesifik. Untuk
membuatnya haruslah ditangani oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan dan
kompetensi untuk itu, dilakukan seleksi yang ketat oleh MPR secara terbuka,
transparan, dan diketahui oleh publik. Jadi perubahan UUD 1945 tidak ditangani
oleh MPR, karena keterlibatan unsur partisan akan menjadikan setiap proses
pembicaraan sebagai wahana untuk mendesakkan kepentingan masing-masing. Mereka
lupa untuk memikirkan kepentingan rakyat, dan tak jarang pula menimbulkan
berbagai konflik. Sebagai solusi terhadap perubahan konstitusi haruslah
deserahkan kepada Komisi Konstitusi atau Constitutional
Commission yang independen, sehingga kata “dibuat” dalam diktum pertama
akan terpenuhi.
Sejalan
dengan adanya Komisi Konstitusi, Haysom mengemukakan adanya empat proses
pembuatan konstitusi yang demokratis, yaitu: 1) by a democratically constituted assembly; 2) by a democratically elected parliament; 3) by a popular referendum; dan 4) by
a popularly supported constitutional commission.
Dengan
cara keempat, sebagai salah satu proses pembuatan konstitusi di atas, merupakan
konstitusi yang kokoh bagi suatu negara konstitusional (constitutional state) yang mampu menjamin suatu demokrasi yang berkelanjutan
(a sustainable democracy), juga harus
merupakan konstitusi yang legitimate, dalam arti proses pembuatannya harus
secara demokratis, diterima dan didukung sepenuhnya oleh seluruh komponen
masyarakat dari berbagai aliran dan faham, aspirasi, dan kepentingan.
Untuk
dapat menjalankan tugasnya dengan efektif, Komisi Konstitusi harus memiliki
tugas dan wewenang, yaitu: a) melakukan penyelidikan dalam rangka penyusunan
naskah konstitusi; b) melakukan upaya-upaya untuk memperoleh masukan dari
publik dan lembaga-lembaga negara; c) menyusun masukan di masyarakat menjadi
naskah rancangan konstitusi secara komprehensif untuk disahkan; dan d)
melakukan sosialisasi naskah rancangan konstitusi kepada publik.
Dimasukkannya
tugas dan wewenang Komisi Konstitusi untuk melakukan penyelidikan dalam rangka
penyusunan konstitusi dan untuk merumuskan naskah konstitusi, merupakan tujuan
utama dari pembentukan komisi ini. Tugas dan wewenang untuk melakukan upaya
guna menerima masukan dan sosialisasi naskah pada publik, dimaksudkan untuk
melibatkan secara aktif peran-serta masyarakat dalam penyusunan konstitusi.
Sementara
itu, keanggotaan Komisi Konstitusi harus terdiri atas: 1) pakar dari berbagai
disiplin ilmu; 2) perwakilan dari tiap daerah di Indonesia. Secara keseluruhan,
anggota Komisi Konstitusi haruslah non-partisan, dengan komposisi yang
mencerminkan kesetaraan jender, keadilan agama dan etnis, serta mengakomodasi
unsur dan kepentingan daerah.
Keanggotaan
Komisi Konstitusi di atas, diyakini dapat menjembatani secara optimal mayoritas
kepentingan-kepentingan rakyat Indonesia terhadap materi muatan konstitusi yang
akan dibuat, sekaligus meminimalisasi materi muatan konstitusi yang
berorientasi jangka pendek dan sarat kepentingan sekelompok orang atau
golongan.
Komisi Konstitusi harus mendapatkan legitimasi yang kuat, baik secara konstitusional maupun oleh rakyat, demikian pula hasilnya. Seleksi Ketua dan Angota Komisi Konstitusi – diangkat oleh MPR dalam Sidang Tahunan – melalui proses yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Waktu pelaksanaan seleksi harus memadahi, tidak terlalu singkat, untuk mengoptimalkan partisipasimasyarakat.
Komisi Konstitusi ini diangkat oleh MPR dengan pertimbangan, bahwa MPR merupakan lembaga yang berwenang untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, berdasarkan atas ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan.
Komisi Konstitusi harus mendapatkan legitimasi yang kuat, baik secara konstitusional maupun oleh rakyat, demikian pula hasilnya. Seleksi Ketua dan Angota Komisi Konstitusi – diangkat oleh MPR dalam Sidang Tahunan – melalui proses yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Waktu pelaksanaan seleksi harus memadahi, tidak terlalu singkat, untuk mengoptimalkan partisipasimasyarakat.
Komisi Konstitusi ini diangkat oleh MPR dengan pertimbangan, bahwa MPR merupakan lembaga yang berwenang untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, berdasarkan atas ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
Konstitusi
adalah hukum dasar tertulis ataupun hukum dasar tak tertulis. Konstitusi yang
berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-undang 1945 yang dibentuk sejak
Indonesia sukses memproklamasikan kemerdekaannya. Karena Indonesia ingin
berdiri sendiri sebagai suatu negara yang mengurus rumah tangganya sendiri tanpa
campur tangan negara lain.
Dengan terjadinya perkembangan sistem kenegaraan, maka baik perubahan, pertambahan, maupun pengurangan, atau yang biasa disebut amandemenpun dilakukan terhadap isi UUD 1945. Hingga akhirnya menjadi Undang-undang Dasar 1945 Hasil Amandemen.1. Setelah empat kali melakukan amandemen UUD 1945, yang sejatinya dilakukan untuk menutupi kelemahan sebelumnya namun ternyata hasil dari amandemen tersebut menimbulkan beberapa kelemahan lagi. Hal ini menyebabkan terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satu kelompok menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnya menginginkan diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan kelompok terakhir tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen.
Dengan terjadinya perkembangan sistem kenegaraan, maka baik perubahan, pertambahan, maupun pengurangan, atau yang biasa disebut amandemenpun dilakukan terhadap isi UUD 1945. Hingga akhirnya menjadi Undang-undang Dasar 1945 Hasil Amandemen.1. Setelah empat kali melakukan amandemen UUD 1945, yang sejatinya dilakukan untuk menutupi kelemahan sebelumnya namun ternyata hasil dari amandemen tersebut menimbulkan beberapa kelemahan lagi. Hal ini menyebabkan terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satu kelompok menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnya menginginkan diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan kelompok terakhir tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen.
Ada beberapa faktor menyangkut
kelemahan UUD 1945 pasca-amendemen. Pertama, adanya kekaburan dan inkonsistensi
teori dan materi muatan UUD 1945. Kedua, kekacauan struktur dan sistematisasi
pasal-pasal UUD 1945. Ketiga, ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang
multi-interpretatif, yang menimbulkan instabilitas hukum dan politik.
Selama
ini MPR dalam
membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945 sebelumnya tidak membuat dan memiliki content draft konstitusi secara utuh
sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan
diperdebatkan.
Sebagai solusi terhadap perubahan
konstitusi haruslah deserahkan kepada Komisi Konstitusi atau Constitutional Commission yang
independen, sehingga kata “dibuat” dalam diktum “konstitusi dibuat oleh Badan
Pembuat Undang-Undang Dasar”
akan terpenuhi.
B.
Saran
Setelah
menyimpulkan hasil pembahasan dari makalah ini berdasarkan teori-teori yang
ada, maka Kami mencoba untuk memberikan masukan atau saran sebagai berikut:
1.
Bagi pemerintah, kami menyarankan agar berhati-hati dalam
melakukan perubahan ataupun melaksanakan Undang-Undang agar tetap terjalin
keselarasan antara Dasar Negara dan Konstitusi.
2 Bagi
pembaca, kami menyarankan agar dapat mengambil hal-hal positif dari makalah ini
untuk pembelajaran dan lebih banyak membaca buku yang berkaitan dengan Dasar
Negara dan Konstitusi agar lebih memahami makna dari kedua hal tersebut.
Demikianlah makalah yang berjudul
‘Konstitusi dan UUD 1945’ ini kami tulis dengan harapan dapat menjadi manfaat
bagi setiap pembaca khususnya penulis. Bila ada kesalahan dalam penulisan
makalah ini saya memohon maaf, karena tidak ada manusia yang sempurna dalam
mengerjakan apapun.
Terima
Kasih J
DAFTAR PUSTAKA
http://pandidikan.blogspot.com/2011/04/sejarah-konstitusi-dan-amandemen-uud.html
diakses pada tanggal 25 Maret 2012 pukul 20.13 WITA
http://news.detik.com/read/2006/07/12/200512/634568/10/uud-hasil-amandemen-banyak-kelemahan?nd992203605
diakses pada tanggal 25 Maret 2012 pukul 20.19 WITA
http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Permusyawaratan_Rakyat
diakses pada tanggal 25 Maret 2012 pukul 20.27 WITA
http://jakarta45.wordpress.com/2009/08/25/politik-amandemen-kelima-uud-1945/
diakses pada tanggal 25 Maret 2012 pukul 20.54 WITA
http://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Konstitusi_Indonesia
diakses pada tanggal 25 Maret 2012 pukul 21.19 WITA
http://www.scribd.com/doc/23377266/makalah-pancasila
diakses pada tanggal 25 Maret 2012 pukul 21.48 WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar